Ilustrasi Lumba-lumba berenang di lautan yang tercemar limbah
LingkariNews—Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan fakta mengejutkan bahwa lumba-lumba juga bisa menderita penyakit Alzheimer. Temuan tersebut terungkap setelah tim peneliti meneliti otak beberapa ekor lumba-lumba yang terdampar di pesisir Skotlandia. Temuan ini sontak memunculkan dugaan bahwa gangguan tersebut mungkin berkaitan dengan pencemaran limbah manusia,
Dalam pengamatan di bawah mikroskop, para peneliti mendapati adanya gumpalan protein dan plak β-amyloid yang juga ditemukan pada otak manusia pengidap Alzheimer. Plak β-amyloid adalah endapan protein abnormal yang menghambat komunikasi antarsel dan memicu kerusakan jaringan saraf secara perlahan. Hal ini menyebabkan penurunan kemampuan kognitif secara bertahap.
Temuan ini sontak mengejutkan para peneliti. Lumba-lumba selama ini dikenal sebagai mamalia laut yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi. Beberapa ilmuwan sempat mengira telah terjadi kesalahan dalam proses pengujian. Namun setelah serangkaian verifikasi dilakukan, hasilnya tetap menunjukkan adanya tanda-tanda Alzheimer pada otak lumba-lumba yang diteliti.
Temuan di Skotlandia bukanlah satu-satunya penelitian yang menemukan tanda-tanda penyakit Alzheimer pada lumba-lumba. Dalam penelitian lain yang dipublikasikan di jurnal Communications Biology baru-baru ini, ilmuwan meneliti 20 lumba-lumba hidung botol yang terdampar di Indian River Lagoon, Florida Timur.
Hasil penelitian menunjukkan ada 536 gen yang aktif pada lumba-lumba dan berkaitan dengan penyakit Alzheimer. Gen-gen ini menunjukkan pola kerja yang mirip dengan yang ditemukan pada manusia pengidap Alzheimer.
Para peneliti menduga gejala Alzheimer pada lumba-lumba dipicu oleh aktivitas manusia yang mencemari perairan. Perairan tempat mereka hidup dipenuhi limbah rumah tangga, pertanian, dan industri yang menyebabkan pencemaran limbah. Kondisi ini memicu ledakan alga (algal bloom), termasuk sianobakteri (alga hijau-biru) yang menghasilkan racun berbahaya. Racun tersebut perlahan merusak sel otak, mengganggu hormon, dan menyebabkan kerusakan saraf yang mirip dengan Alzheimer pada manusia.
Para peneliti juga menemukan kandungan toksin β-N-methylamino-L-alanine (BMAA) di otak lumba-lumba yang diteliti. BMAA adalah senyawa beracun yang dihasilkan oleh alga sianobakteria dan diketahui dapat merusak sel-sel saraf. Selain BMAA, peneliti juga menemukan kadar alga neurolathyrogen (2,4-DAB) yang tinggi pada otak lumba-lumba tersebut. Alga neurolathyrogen adalah senyawa alami yang bersifat neurotoksik dan dapat merusak sistem saraf bila menumpuk di dalam tubuh. Kedua Senyawa ini sering muncul di perairan yang tercemar akibat pencemaran limbah, terutama dari aktivitas manusia di pesisir.
Temuan ini sekaligus memberikan penjelasan logis mengapa lumba-lumba kerap ditemukan terdampar secara berkelompok. Racun yang menumpuk di jaringan saraf menyebabkan gangguan navigasi dan hilangnya kemampuan orientasi ruang. Kondisi tersebut membuat mereka kebingungan, tersesat, dan akhirnya terdampar di pesisir, terutama di wilayah dengan tingkat pencemaran limbah yang tinggi.
Dr. David Davis dari Miller School of Medicine mengingatkan bahwa temuan Alzheimer pada lumba-lumba ini merupakan sinyal bahaya bagi manusia. Menurutnya, lumba-lumba berperan sebagai “penjaga lingkungan” yang mencerminkan tingkat paparan racun di laut. Dengan temuan tersebut, Dr. David menilai bahwa pencemaran limbah di perairan tersebut sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan.
“Karena lumba-lumba dianggap sebagai sentinel lingkungan untuk paparan racun di lingkungan laut, ada kekhawatiran tentang masalah kesehatan manusia yang terkait dengan ledakan sianobakteri,” kata David Davis.
Untuk mencegah dampak yang lebih luas, para ahli menyerukan agar masyarakat berhenti membuang limbah langsung ke perairan. Limbah pertanian, pupuk kimia, dan pembuangan kotoran ternak harus diolah terlebih dahulu melalui sistem pengelolaan yang aman sebelum dibuang ke sungai. Jika tidak, zat berbahaya yang terkandung di dalamnya dapat memperparah pencemaran limbah dan memicu ledakan alga beracun di laut.
(KP/NY)