Kondisi banjir yang melanda wilayab Kabupaten Aceh Tenggara, pada Kamis (27/11). (BPBD Aceh Tenggara)
LingkariNews–Sejak dua pekan terakhir November 2025, Pulau Sumatera dilanda banjir bandang dan tanah longsor. Hujan deras dengan intensitas tinggi yang mengguyur wilayah Sumatera sejak 21–23 November diduga menjadi penyebab musibah bermula. Hal tersebut membuat luapan sungai tak terbendung dan tanah longsor di beberapa lokasi.
Wilayah terdampak bencana mencakup Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Di Aceh, bencana menimpa wilayah Pidie, Aceh Besar, Pidie Jaya, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Aceh Barat, Subulussalam, Bireun, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Singkil, Aceh Utara, dan Aceh Selatan.
Di Sumatera Utara daerah Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Kota Sibolga, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Pakpat Bharat, Maindailing Natal, Nias, Kota Gunung Sitoli, Langkat, Kota Medan, Padangdidempuan, dan Serdang Bedagai telah terdampak.
Adapun di Sumatera Barat, mencakup Kota Padang, Padang Pariaman, Tanah Datar, Agam, Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Pasaman Barat, Bukitinggi, Kota Solok, Padang Panjang, Limapuluh Kota, dan Pasaman.
Kendati demikian, Pemerintah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah menetapkan status darurat bencana pasca terjadinya bencana besar yang menimpa ketiga provinsi tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno pun menyampaikan bahwa pemerintah dapat mengerahkan seluruh lapisan sumber daya untuk membantu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
BMKG Sebut Cuaca, WALHI Sebut Faktor Kerusakan Ekologis
Menurut keterangan Badan Meteorologi Klimataologi dan Geofisika (BMKG), bencana banjir besar dan longsor di tiga wilayah tersebut dipicu hujan deras dengan intensitas tinggi yang disebabkan oleh beberapa siklon.
Siklon Tropis Senyar yang memicu pertumbuhan awan konvektif dan hujan lebat di Aceh serta Sumatera Utara. Siklon Tropis Koto yang berada di Laut Sulu, memengaruhi pola belokan angin dan penarikan massa udara basah, memperkuat hujan lebat di wilayah barat Indonesia, termasuk Sumatera Utara. Serta Indeks Ocean Dipole Negatif, memicu pertemuan arus angin dan massa udara di Sumatera Barat, yang memperparah curah hujan ekstrem di wilayah tersebut.
Namun, menyimak pandangan Direktur WALHI Sumatera Utara, Rianda Purba menyampaikan bahwa faktor cuaca ekstrem memang dapat menjadi pemicu. Tetapi, hilangnya daerah tutupan lahan atau hutan menjadi penyebab yang mengakar. Misalnya, wilayah hulu Tapanuli Tengah ke Tapanuli Selatan dalam kurun waktu sembilan tahun daerah tutupan seluas 2000 hektare rusak ditebang. PLTA Batang Toru, pertambangan emas, aktivitas perkebunan kayu, hingga aktivitas industri ekstraktif membuat hujan ekstrem turun ke wilayah hilir tanpa kendali.
Manajer Pencegahan dan Penanganan Bencana, Eksekutif Nasional WALHI, Melva Harahap pun turut menilai bahwa apa yang menimpa tiga provinsi di Sumatera merupakan dampak dari kerusakan ekologis di buffer zone atau zona penyangga. Menurutnya hal tersebut merupakan pemicu besar dari bencana besar yang terjadi saat ini.
Dampaknya Parah dan Melumpuhkan Aktivitas
Bencana ini menimbulkan berbagai kerusakan besar di wilayah terdampak, termasuk hilangnya nyawa. Menurut data terbaru dari BNPB (6/12) tercatat 883 orang meninggal, terdiri dari 312 di Sumatera Utara, 345 di Aceh, dan 226 di Sumatera Barat. Di Sumatera Utara juga tercatat 133 jiwa hilang dan 652 terluka, sementara di Aceh 174 jiwa hilang dan 3.500 jiwa terluka, dan di Sumatera Barat 213 jiwa hilang dan 112 jiwa terluka.
Sementara kerusakan fisik juga telah merendam lebih dari 2.000 rumah di Sumatera Utara, ribuan lainnya di Aceh, serta gangguan telekomunikasi dan listrik di banyak wilayah. Kerusakan infrastruktur pun tak terhindarkan. Beberapa jembatan di Sumatera Barat dan Tapanuli Utara rusak dan roboh, sementara sejumlah ruas jalan utama terputus. Fasilitas publik seperti air bersih, sekolah, tempat ibadah, dan layanan kesehatan juga turut terdampak.
Tidak hanya sampai di situ, lingkungan pun menghadapi ancaman kerusakan ekologi jangka panjang, terutama akibat longsor dan perubahan bentang alam yang dapat mempengaruhi ekosistem sungai dan pesisir.
Respons Pemerintah Terkait Bencana Sumatera
BNPB menyiapkan berbagai langkah tanggap darurat, termasuk operasi modifikasi cuaca, sambil terus memantau kondisi di wilayah terdampak. Abdul Muhari selaku Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan menghimbau warga di area rawan banjir dan longsor agar tetap siaga dan segera mengungsi bila situasi memburuk. Kepala BNPB juga berada di posko Tarutung untuk memastikan penanganan di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara berjalan efektif.
Kementerian Pekerjaan Umum melalui Menteri Dody Hanggodo, menggerakan seluruh balai di Sumatera Barat untuk turun ke lokasi. Prioritasnya ialah membuka kembali akses vital, memulihkan sistem air baku dan drainase, serta menyediakan fasilitas dasar bagi warga, dengan keselamatan masyarakat sebagai fokus utama.
Presiden Prabowo Subianto turut memerintahkan penanganan intensif dengan mobilisasi penuh oleh seluruh instansi terkait. Menko PMK, Pratikno menegaskan bahwa tim lintas lembaga sudah bekerja langsung di lapangan untuk mempercepat penanggulangan bencana.
(NY)
Sumber
https://www.liputan6.com/amp/6223441/banjir-sumatera-update-terbaru-longsor-dan-banjir-bandang-di-wilayah-sumut-sumbar-dan-aceh
https://nasional.kompas.com/read/2025/11/28/09110411/status-darurat-bencana-di-sumatera-pemerintah-kerahkan-seluruh-sumber-daya#google_vignette
https://tirto.id/telusur-sebab-bencana-sumatra-cuaca-atau-kerusakan-ekologis-hmJh#google_vignette
Siaran langsung KompasTV Jember