Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan komitmen Indonesia dalam mendorong tata kelola laut yang berkelanjutan pada forum Our Ocean Conference (OOC) dan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) yang diselenggarakan di Busan, Korea Selatan.
Dalam forum tersebut, Indonesia mengusung lima program prioritas berbasis ekonomi biru sebagai strategi penguatan perlindungan ekosistem laut sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Langkah ini merupakan respon atas meningkatnya tekanan terhadap ruang laut nasional yang menuntut kebijakan zonasi lebih terukur dan berkelanjutan.
Dalam forum OOC ke-10 di Busan, delegasi Indonesia menegaskan komitmennya menjadikan ekonomi biru sebagai prioritas utama dalam pembangunan berkelanjutan. Terdapat lima program prioritas yang dipaparkan delegasi Indonesia dan menjadi komitmen nasional.
Program prioritas pertama adalah penataan ruang laut yang diwujudkan melalui penguatan regulasi rencana zonasi (RZ). Rencana ini mencakup zonasi lintas daerah, kawasan strategis nasional, hingga kawasan strategis tertentu.
“Penataan ruang laut adalah dasar dari seluruh pemanfaatan ruang yang ada di wilayah pesisir dan laut agar tercipta keselarasan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian ekosistem pesisir dan laut,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kartika Listriana.
Untuk program kedua, Indonesia menegaskan komitmennya memperkuat pengelolaan karbon biru melalui metode perhitungan cepat nilai karbon padang lamun di 20 kawasan konservasi laut. Langkah ini diperkuat dengan inisiasi “Blue Carbon Network and Database” yang juga merupakan salah satu program prioritas ekonomi biru Indonesia. Inisiasi ini dirancang sebagai pusat data dan jejaring ilmiah karbon biru untuk memperkuat transparansi dan pengambilan kebijakan berbasis sains.
Keempat, Indonesia menyoroti pentingnya kolaborasi internasional dalam mengatasi praktik illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing. Kerja sama ini diusulkan dalam berbagai skema, mulai dari antar-pemerintah (G2G), antarpelaku usaha (B2B), hingga lintas sektor. “Kami dorong kerja sama ini agar pembangunan ekonomi kelautan bisa tumbuh lebih cepat dan inklusif,” tambah Kartika.
Terakhir, Indonesia berkomitmen memformulasikan kebijakan nasional tentang pengelolaan karbon biru yang mencakup penyusunan pedoman teknis penghitungan nilai karbon sebagai landasan perencanaan dan insentif ekonomi lingkungan.
Selain mengangkat gagasan ekonomi biru dalam forum OOC, Indonesia juga menyampaikan serangkaian usulan strategis pada forum APEC ke-5 yang dilaksanakan pada 30 April - 1 Mei. Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia menekankan pentingnya memperkuat kerja sama regional dalam membangun tata kelola kelautan dan perikanan yang berkelanjutan berbasis prinsip ekonomi biru.
Indonesia menyampaikan bahwa penerapan ekonomi biru bukan hanya soal konservasi, tetapi mencakup pendekatan holistik. Dalam perjalanannya, Indonesia telah merancang perluasan kawasan konservasi laut di indonesia, penerapan kuota penangkapan ikan, pengawasan pesisir dan pulau kecil, penguatan budidaya berkelanjutan, serta pengentasan sampah laut melalui keterlibatan aktif para nelayan.
Staf Ahli Menteri Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut, Hendra Yusran Siry, menegaskan bahwa implementasi ekonomi biru harus dilakukan melalui kolaborasi lintas sektor yang inklusif dan responsif. “Implementasinya butuh kerjasama dan kolaborasi lintas sektor. Oleh karena itu kami mendorong kolaborasi dan kerja sama regional yang kuat, inklusif dan responsif,” ungkap Hendra.
Ia menambahkan, penerapan ekonomi biru di Indonesia mengedepankan kearifan lokal, peran gender, perikanan kecil, serta partisipasi masyarakat dan penyuluh untuk membangun industri perikanan yang berkelanjutan dan inklusif dari hulu ke hilir.
Sebagai bagian dari komitmen menuju ekonomi biru, Indonesia terus mengakselerasi langkah konkret di sektor kelautan. KKP masih mengejar penetapan 200.000 hektare kawasan konservasi laut baru pada tahun ini, sekaligus meningkatkan efektivitas pengelolaannya sebesar 5 persen dibandingkan 2024. Langkah ini menjadi bagian dari agenda jangka panjang Indonesia untuk menjadikan 30 persen wilayah laut nasional sebagai area konservasi pada 2040.
Di sisi lain, pembangunan Kampung Budi Daya Rumput Laut telah dimulai di Wakatobi dan akan diperluas ke Maluku dan Rote Ndao, sebagai wujud nyata perikanan berkelanjutan. Ke depan, pemerintah juga merancang pembangunan sistem pemantauan laut serta 15 kawasan konservasi tambahan hingga 2027.
(KP/HP)