Banjir Bali: Dampak, Penyebab, dan Upaya Penanganan

Kawasan Urban 16 Sep 2025 185 kali dibaca
Gambar Artikel

LingkariNews–Banjir yang melanda Bali pada 9 September, menjadi banjir terbesar selama satu dekade terakhir. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebanyak 202 kepala keluarga (KK) terdampak akibat bencana tersebut. Tercatat enam kabupaten dan kota yang terdampak, yaitu Badung, Denpasar, Gianyar, Jembrana, Klungkung, dan Tabanan. 

Abdul Muhari, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengonfirmasi bahwa curah hujan tinggi yang mengguyur Bali sejak Selasa (9/9) hingga Rabu (10/9), menjadi pemicu terjadinya banjir. 

Hujan ekstrem yang mencapai 245,75 milimeter dalam sehari tersebut menyebabkan meluapnya Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung dan mengakibatkan 17 orang meninggal dunia, serta lima lainnya dinyatakan hilang. Selain itu, banjir juga menyebabkan kerusakan pada infrastuktur dan pemukiman warga. 

Namun, apakah faktor alam menjadi penyebab satu-satunya? 

Penyebab Krusial Banjir Bali

Cuaca dan hujan ekstrem bukanlah faktor satu-satunya penyebab banjir yang menerjang Bali. Sejumlah faktor yang berkaitan erat dengan isu lingkungan menjadi penyebab krusial bencana di Pulau Dewata. 

Faktor tutupan hutan di DAS Ayung yang berkurang semakin mengkhawatirkan. Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq menyatakan, “Dari 49.500 hektare DAS Ayung, hanya 1.500 hektare atau 3 persen yang masih memiliki tutupan pohon. Padahal secara ekologis dibutuhkan minimal 30 persen.” 

Krisis tutupan hutan ini mengurangi kapasitas alam untuk menyerap air hujan secara alami, sehingga akan meningkatkan potensi banjir. 

Selain itu, persoalan sampah yang tak kunjung tuntas turut memperparah dampak banjir yang terjadi. Timbunan sampah yang menutup aliran sungai menyebabkan debit air gagal terserap maksimal, yang akhirnya meluap ke kawasan pemukiman penduduk.

Situasi ini menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Bali belum terintegrasi antara hulu dan hilir. Masih banyak masyarkat yang membuang sampah sembarangan, sementara infrastruktur pengelolaan belum mampu menampung volume harian yang terus meningkat. Di sisi lain, kurangnya pengawasan di wilayah aliran sungai membuat sampah organik, plastik, dan material konstruksi menumpuk dan menjadi sumbatan fatal saat hujan deras terjadi.

Upaya Penting Cegah Banjir Terulang Kembali

Sebagai respons atas bencana ini, pemerintah pusat dan daerah menyusun berbagai strategi penanganan dan pencegahan. Wayan Koster, Gubernur Bali, menekankan pentingnya investigasi dari hulu hingga hilir untuk mencegah banjir berulang. 

“Pertemuan ini sangat penting dalam upaya pencegahan yang harus dilakukan ke depan agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Kami akan melakukan penelusuran pertama dari Tukad Badung dari hulu sampai hilir apakah terjadi penggundulan hutan, kemudian mengurangi serapan air sehingga pada saat hujan lebat potensi banjirnya menjadi sangat besar,” tegas Wayan.

Menteri Hanif, turut menegaskan bahwa pengawasan terhadap alih fungsi lahan akan diperketat. “Kita semua akan melakukan pengawasan ketat termasuk upaya untuk menghindari sejauh mungkin terjadinya konversi-konversi lahan yang tidak diperlukan, jadi kita mengharapkan tidak ada lagi konversi-konversi lahan untuk kegiatan terbangun seperti pembangunan villa, cottage, dan lain sebagainya yang akan menganggu serapan air.

Lebih lanjut, penanganan krisis sampah juga menjadi agenda penting. Tidak hanya menyoroti pembuangan sampah ilegal, tetapi juga penekanan terhadap pentingnya sistem pengelolaan yang terintegrasi.

Upaya strategis yang saat ini direncanakan mencakup penguatan pengelolaan sampah berbasis masyarakat, pembangunan fasilitas pengelolaan modern di tingkat kabupaten/kota, serta integrasi penegakan hukum terhadap pembuangan sampah ilegal. Pemerintah juga turut mendorong kolaborasi dengan pihak swasta dan komunitas untuk mengurangi timbunan sampah dari sumber utamanya.

“Kita tidak boleh lagi membiarkan persoalan sampah hanya menjadi urusan teknis pemindahan lokasi. Sampah harus diselesaikan secara tuntas di sumbernya agar tidak menjadi ancaman bagi keselamatan masyarakat dan kelestarian lingkungan,” jelas Menteri Hanif.

“Momentum ini harus menjadi pengingat bagaimana kita menjaga alam Bali agar tetap lestari dan tangguh menghadapi bencana,” tambahnya.

 

(NY)

Sumber: 

https://www.kompas.tv/amp/regional/616883/penyebab-banjir-besar-di-bali-bnpb-curah-hujan-satu-bulan-tumpah-dalam-sehari?page=all

https://kemenlh.go.id/news/detail/krisis-sampah-bali-ancaman-tersembunyi-yang-perparah-banjir-dan-perburuk-daya-dukung-lingkungan

https://kemenlh.go.id/news/detail/pemerintah-perkuat-pengawasan-lahan-pasca-banjir-bali-peringatan-serius-dari-krisis-das-ayung