Zulhas Ungkap 481 Ribu Hektare Hutan Papua Siap Jadi Kawasan Pangan, Masyarakat Adat Menolak

Kehutanan 23 Sep 2025 69 kali dibaca
Gambar Artikel Hutan di Papua

LingkariNews—Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, memimpin rapat koordinasi di kantor pembangunan kawasan swasembada pangan, Jakarta, pada Selasa (16/9/2025). Pertemuan itu difokuskan untuk membahas upaya percepatan pembangunan kawasan swasembada pangan, air, dan energi di Papua Selatan. 

Rapat tersebut dihadiri Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, Menteri PPN Rachmat Pambudy, serta Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara Joae Angelo De Sousa Mota. Turut hadir pula Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo, yang ikut membahas masa depan hutan Papua dalam kerangka pembangunan kawasan pangan.

481.000 Hektare Hutan Papua Siap Dimanfaatkan

Seusai rapat, Zulkifli Hasan atau yang akrab disapa Zulhas mengungkapkan bahwa sekitar 481 ribu hektare hutan Papua sudah siap dimanfaatkan untuk mendukung program swasembada pangan, air, dan energi. Informasi ini, kata Zulhas, ia terima langsung dari Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni. “Ada sekitar 481.000 hektare area hutan di Papua yang sudah siap untuk dimanfaatkan sebagai kawasan pangan,” ujarnya kepada awak media.

Zulhas menegaskan, lahan seluas 481 ribu hektare tersebut belum mencakup seluruh area hutan yang akan menjadi kawasan program swasembada pangan. Total, pemerintah menargetkan ada satu juta hektare kawasan hutan yang akan dimanfaatkan untuk mendukung program swasembada. Artinya, masih ada lebih dari 500 ribu hektare lahan yang akan diproses lebih lanjut.

Zulhas menambahkan, langkahnya untuk mempercepat realisasi proyek swasembada pangan sejalan dengan Keputusan Presiden (Keppres) No.19/2025 yang diteken Presiden Prabowo Subianto pada 5 Agustus 2025 lalu. Upaya percepatan ini rencananya akan dimulai dari Wanam, Merauke. “Tepatnya di Merauke, tepatnya lagi Wanam. Insyaallah semua perubahan tata ruang, surat menyurat seperti HGU dan lain yang diperlukan kita akan selesaikan,” kata Zulhas.

WALHI Papua Ingatkan Dampak Sosial-Ekologis

Rencana pemerintah membuka 481 ribu hektare hutan Papua untuk kawasan pangan langsung mendapat kritik dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua. Direktur WALHI Papua, Maikel Peuki, menilai pernyataan Zulhas berbahaya karena mengabaikan hak-hak masyarakat adat sekaligus menimbulkan ancaman ekologis serius. 

Menurutnya, pembukaan hutan Papua berpotensi menggerus sumber pangan lokal masyarakat adat. Mereka menggantungkan hidup pada sagu, hasil hutan, dan perikanan tradisional. Situasi ini juga berisiko menimbulkan konflik agraria karena masyarakat adat tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan. 

“Tanah Papua bukan tanah kosong. Ada pemiliknya, ada sejarahnya, dan ada hukum adat yang mengatur pengelolaan hutan. Mengubah fungsi 481 ribu hektare tanpa persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan (FPIC) dari masyarakat adat adalah bentuk perampasan ruang hidup,” tegas Maikel.

Selain berpotensi menimbulkan konflik, rencana ini juga berpotensi menimbulkan ancaman ekologis. Merauke dan kawasan hutan Papua merupakan habitat satwa endemik seperti kasuari, kanguru pohon, dan cendrawasih. Jika kawasan ini dibuka untuk pertanian skala masif, keanekaragaman hayati terancam hilang. Lebih jauh, lenyapnya hutan primer Papua akan mempercepat krisis iklim akibat peningkatan emisi karbon yang memperburuk perubahan iklim global.

Alarm Deforestasi Hutan Papua

Selain dampak ekologis, WALHI Papua juga menyoroti ancaman deforestasi yang terus meningkat. Pasalnya, hutan Papua sudah berada dalam kondisi yang mengkahawatirkan. Selama periode 2022–2023 saja, lebih dari 552 ribu hektare hutan hilang. Ini setara dengan 70 persen dari total deforestasi nasional. Pusat Pemantauan Pusaka juga mencatat bahwa selama periode Januari–Februari 2024, 765,71 hektare hutan Papua kembali lenyap. Situasi tersebut membuat WALHI mempertanyakan urgensi membuka hutan baru untuk program pangan nasional.

Atas dasar ini, WALHI Papua mendesak pemerintah agar menghentikan rencana konversi 481 ribu hektare hutan Papua hingga ada proses partisipatif yang sah. Mereka juga meminta pemerintah mempublikasikan peta spasial dan status lahan agar transparan bagi masyarakat. 

WALHI Papua juga kembali mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi proyek pangan skala besar di Merauke, sebelum memperluasnya ke kawasan baru. Evaluasi ini penting guna mengukur dampak sosial dan lingkungan yang sudah terjadi, agar kesalahan serupa tidak terulang. “Kita tidak menolak pembangunan. Tapi pembangunan harus berkeadilan, menghormati hak adat, dan menjaga kelestarian hutan sebagai penyangga kehidupan,” ujar Maikel.

(KP/NY)

Sumber: 

https://walhipapua.org/2025/09/19/siaran-pers-walhi-papua-menolak-481-000-hektare-hutan-papua-dijadikan-kawasan-pangan-nasional/