Ilustrasi lahan persawahan yang terendam banjir
LingkariNews — Akhir November 2025, Indonesia diguncang dengan bencana banjir bandang dan tanah longsor yang menimpa tiga provinsi di Sumatra, yaitu Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar). Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Rabu (10/12) mencatat setidaknya terdapat 969 korban meninggal dan 262 lainnya hilang. Bencana banjir Sumatera juga menyebabkan lima ribu warga terluka. Sebanyak 157,9 ribu rumah di 52 kabupaten dan kota terdampak juga mengalami kerusakan.
Selain menelan banyak korban, bencana banjir bandang di Sumatera juga merendam lahan pertanian dalam skala besar. Sekitar 152.000 hektare sawah terdampak banjir, yang meliputi 33.000 hektare sawah di Sumut dan 119.000 hektare di Aceh. Dari total luasan tersebut, sekitar 4.000 ribu hektare sawah mengalami puso atau gagal panen.
Kerusakan lahan pertanian akibat bencana banjir Sumatera menimbulkan kekhawatiran terhadap upaya swasembada beras nasional. Pasalnya, tiga provinsi terdampak banjir merupakan daerah produsen beras utama. Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan bahwa tahun ini, Aceh dapat memproduksi 1,01 juta ton beras, atau naik 5,49 persen dari tahun sebelumnya. Potensi produksi di Sumut juga diprediksi meningkat 24,34 persen menjadi 1,57 juta ton. Sementara itu, Sumbar diperkirakan menghasilkan 791.676 ton beras, naik 0,8 persen dari tahun sebelumnya.
Meski lahan sawah terdampak banjir Sumatera cukup luas, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman memastikan bahwa stok beras di wilayah terdampak banjir tetap aman. Ia mengatakan bahwa pemerintah telah menambah cadangan beras hingga tiga kali lipat dari kebutuhan. Oleh karena itu, masyarakat diminta tetap tenang menghadapi kondisi ini.
“Yang pertama, kami siapkan cadangan beras tiga kali lipat dari kebutuhan. Jadi tidak usah khawatir masalah cadangan beras,” ujarnya.
Mentan Amran menegaskan bahwa Kementerian Pertanian akan turut serta membantu perbaikan 40 ribu hektare sawah terdampak banjir Sumatera. Bentuk bantuan yang diberikan nantinya akan disesuaikan dengan kondisi tiap lokasi, termasuk bagi petani yang mengalami puso agar dapat kembali menanam seperti semula.
Amran juga memastikan bahwa seluruh biaya rekonstruksi lahan pertanian akan ditanggung pemerintah pusat. Oleh karena itu, proses perbaikan ini tidak akan membebani petani sama sekali. “Pemerintah akan membangun kembali sampai menjadi sawah seperti semula. Kami akan kirim peralatan, bantuan, benih gratis, dan melakukan penanaman hingga serah terima kepada pemiliknya,” kata Mentan Amran.
Mentan Amran menjelaskan bahwa pemulihan lahan terdampak banjir Sumatera ditargetkan selesai dalam satu hingga dua bulan. Untuk merealisasikannya, Kementerian pertanian akan menggandeng kontraktor lokal yang ditunjuk pemerintah daerah. Langkah ini diharapkan dapat memperlancar proses pemulihan di setiap titik terdampak. “Kami kerja sama menggunakan kontraktor lokal. Pak Bupati tinggal tunjuk, Pak Gubernur nanti langsung kerjakan, pusat yang biayai,” jelasnya.
Guna memperlancar penyaluran bantuan pemulihan lahan sawah terdampak banjir sumatera, Mentan Amran meminta pemerintah daerah segera merampungkan administrasi batas bidang. Pasalnya, rekonstruksi baru dapat dimulai setelah kepemilikan dan batas lahan dinyatakan jelas.
Kementan memberi tenggang waktu satu hingga dua minggu bagi pemerintah daerah setempat untuk menyelesaikan proses administrasi tersebut. “Kami beri waktu 1–2 minggu, selesaikan administrasi patok bidang dan pemiliknya karena sawahnya rata. Kita akan perbaiki kembali,” ujar Mentan Amran.
(KP/NY)