Air Hujan Jakarta Tercemar Mikroplastik, BRIN Minta Masyarakat Lebih Bijak Kelola Sampah Plastik

Kawasan Urban 21 Okt 2025 20 kali dibaca
Gambar Artikel Ilustrasi air hujan

LingkariNews—Hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dilakukan sejak 2022 mengungkapkan bahwa air hujan di Jakarta telah tercemar partikel mikroplastik berbahaya. Dari pemantauan yang dilakukan di beberapa titik kawasan pesisir, rata-rata terdapat 15 partikel mikroplastik per meter persegi sampel hujan per hari. Temuan ini mengungkap fakta mengkhawatirkan bahwa sampah plastik kini tidak hanya mencemari tanah dan laut, tetapi juga atmosfer.

Peneliti BRIN, Muhammad Reza Cordova, menjelaskan bahwa partikel mikroplastik yang ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik. Jenis polimer yang terdeteksi meliputi poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena yang banyak berasal dari ban kendaraan.

“Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka,” ujar Reza.

Dampak dari Aktivitas Manusia

Menurut penjelasan Reza, pencemaran partikel mikroplastik di air hujan Jakarta merupakan dampak dari aktivitas manusia di wilayah perkotaan. Dengan populasi lebih dari 10 juta jiwa dan jumlah kendaraan yang mencapai 20 juta unit, Jakarta menghasilkan limbah plastik dalam volume besar setiap hari. Kondisi ini diperparah oleh sistem pengelolaan limbah yang belum optimal dan rendahnya kesadaran masyarakat.

Sampah plastik yang tidak tertangani dengan baik itu kemudian terdegradasi menjadi partikel mikro. Partikel tersebut lalu terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri. Selanjutnya, partikel mikroplastik yang terbawa angin turun kembali bersama air hujan. Proses ini dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition.

Guru Besar IPB dari Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK, Prof. Etty Riani, menjelaskan bahwa fenomena ini sangat mungkin terjadi. Menurutnya, mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan mencapai skala nanoplastik. Oleh karenannya, mikroplastik mudah terangkat ke atmosfer. “Hujan berperan seperti pencuci udara. Mikroplastik yang melayang di atmosfer akan menyatu dengan tetesan air hujan,” jelas Prof. Etty.

Bahayanya Terhadap Kesehatan

Temuan kandungan mikroplastik di air hujan Jakarta menimbulkan kekhawatiran terhadap kesehatan dan lingkungan. Ukuran partikel yang sangat kecil memungkinkan mikroplastik terhirup dan masuk ke paru-paru, atau tertelan melalui air serta makanan sehari-hari. 

Studi global menunjukkan bahwa paparan mikroplastik dalam jangka panjang dapat menyebabkan stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan tubuh. Dari sisi ekologis, air hujan yang terkontaminasi mikroplastik juga berpotensi mencemari sumber air permukaan dan laut, sehingga memperluas akumulasi partikel dari sampah plastik ke dalam rantai makanan manusia.

Yang lebih mengkhawatirkan, limbah plastik mengandung bahan aditif beracun seperti ftalat, bisfenol A (BPA), dan logam berat yang dapat lepas ke lingkungan ketika terurai. Selain itu, partikel mikroplastik di udara juga mampu mengikat polutan lain seperti hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan. Zat-zat ini dapat mengganggu sistem metabolisme, fungsi reproduksi, hingga meningkatkan risiko penyakit kronis.

“Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain,” jelas Reza. 

Perlu Langkah Konkret

Melihat dampaknya yang sangat merugikan, BRIN menegaskan perlunya langkah konkret lintas sektor untuk mengatasi pencemaran mikroplastik. Langkah pertama adalah memperkuat riset dan pemantauan kualitas udara serta air hujan secara rutin di kota-kota besar. Kedua, memperbaiki pengelolaan sampah plastik di hulu melalui pengurangan plastik sekali pakai dan peningkatan fasilitas daur ulang. Terakhir, industri tekstil harus didorong untuk menerapkan sistem filtrasi pada mesin cuci guna menahan pelepasan serat sintetis yang menjadi salah satu sumber utama mikroplastik.

Selain itu, Reza juga mengajak masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah, dan tidak membakar limbah sembarangan. Ia mengingatkan bahwa perilaku manusia memiliki dampak langsung terhadap kondisi lingkungan. “Langit Jakarta sebenarnya sedang memantulkan perilaku manusia di bawahnya. Plastik yang kita buang sembarangan, asap yang kita biarkan mengepul, sampah plastik yang kita bakar karena malas memilah—semuanya kembali pada kita dalam bentuk yang lebih halus, lebih senyap, tapi jauh lebih berbahaya,” tutup Reza.

(KP/NY)